Pahlawan Kesiangan

Tidak baik merasa paling benar diantara yang lain. Tidak baik pula merasa paling menggurui diantara yang lain. Tapi bukan kah kita dituntut untuk menebarkan kebenaran di bumi ini dan berbagi ilmu kepada yang lain? Hah sudahlah, Saya selalu menegaskan bahwa isi blog ini hanya opini saya belaka. Jika tidak setuju ya tidak masalah, jika setuju ya bagus, saya ada temen. Hehehe. 

Sebuah kisah yang sengaja dibuat-buat, walaupun sebenarnya tak jarang kita temui dalam kehidupan kita sehari-hari. Ada sebuah kelompok yang terdiri dari 9 orang, hendak melakukan kegiatan di lingkungan masyarakatnya. Maka telah ditetapkan untuk memulai rencananya ini, mereka harus mengadakan rapat dengan quorum 2/3 dari jumlah seluruhnya. Akhirnya sampai pada waktu yang telah disepakati sebelumnya, jumlah orang yang hadir di rapat tersebut 7 orang dan 2 orang absen entah tak ada kabar. Artinya memenuhi quorum sehingga rapat bisa dimulai. Ketujuh orang ini memikirkan struktur kepanitaan dan konsep besar acara. Musyawarah mencapai mufakat, ketujuh orang ini sepakat akan hasil rapat. Sehingga tinggal pelaksanaannya. Ketika dipresentasikan hasil rapat tadi dan direview melalui conversation online, si dua orang yang tadi tidak hadir di rapat muncul dan menolak hasil rapat tersebut dengan alasan yang cukup logis. Salah seorang dari mereka menyarankan diadakan rapat lagi untuk membuat rumusan acara yang baru. Apa yang dirasakan ketujuh orang lain? "Yaudahlah yah...". Jika dalam kisahnya mereka bersembilan benar - benar melakukan rapat kembali, bukan kah rapat yang pertama artinya sia-sia saja? Hanya membuang-buang waktu. Sedangkan bisa saja acara ini memiliki deadline.




Sadarkah kalian, kondisi di atas adalah cikal bakal dari "Konsep doang bagus, pelaksanaannya gaada." ? Bagaimana jika kebiasaan ini dibiarkan begitu saja tanpa ada yang mengingatkan? Orang - orang di luar sana kadang hanya melihat hasil dari apa yang kita kerjakan saja tanpa mempedulikan prosesnya. Jika progress kegiatan kita hanya terus berputar-putar dalam rapat yang diulang-ulang karena hasilnya tidak memenuhi keinginan seluruh anggota organisasi (padahal rapat memenuhi quorum), kita bisa saja dianggap tidak melakukan apa-apa, bukan? 

Di sini saya tidak ingin mengomentari soal 'konsep doang, pelaksanaan gaada.'. Saya akan mengomentari si dua orang yang tidak hadir tadi. Jika kita liat seperti kondisi di atas, mereka-mereka berdua yang tidak hadir dengan alasan yang tidak jelas, punya hak sih untuk mengomentari hasil rapat. Tapi bukan kah jika sebuah rapat yang memenuhi quorum menghasilkan sesuatu itu hasilnya sudah bisa ditetapkan sebagai "keputusan", bukan lagi "penawaran". Alangkah bijaknya jika dua orang ini bisa menerima hasil rapat apa adanya dan langsung membantu pelaksanaan dari hasil rapatnya.

Tapi di lain sisi, kembali lagi kita harus kritis bukan dalam menanggapi sesuatu? Kalau tidak kita bisa saja dibodohi oleh bangsa lain. Maka tidak ada salahnya bukan mengomentari hasil rapat yang menurut kita sendiri belum benar? Kita buat rumit lagi kasusnya. Bagaimana jika dua orang yang tidak datang ke rapat tadi adalah orang yang cukup penting dalam kelompoknya? Penyalur dana tersebesar mungkin. Atau bertindak sebagai pelindung acara. Tentu saja mereka berdua memiliki suara yang cukup besar dan pasti didengarkan oleh anggota kelompok yang lain. Apalagi kalau ternyata alasan yang dia sampaikan sangat logis? Bisa saja mereka berdua penyelamat kelompok ini dari kejatuhan nama organisasinya.  Tapi kemana mereka ketika keputusan penting harus dibuat? Saya menganggap dua orang ini adalah si "Pahlawan Kesiangan". Fair?

Mari kita lebih rumitkan lagi masalahnya. Bagaimana jika dua orang ini ternyata jatuh sakit atau kecelakaan di jalan? Bagaimana jika ternyata ia harus menjaga orang tuanya di rumah? Bagaimana jika alasan mereka tidak hadir di rapat tadi semuanya logis? Apakah mereka masih dianggap pahlawan kesiangan? Kondisi dan situasi yang berbeda-beda memang kadang memusingkan kita dalam studi kasus. Tapi reaksi saya sendiri ketika ada orang yang menyalahkan hasil rapat padahal dia tadi gak dateng di rapat itu sendiri adalah, "YA LO LAGIAN TADI KE MANA KAMPRET?". Maaf. Hanya mencoba untuk mencairkan suasana. Walaupun sepertinya gagal.

Anyway (sosoan aniwey), saya selalu bilang, ketika ada dua pihak gini berselisih, cobalah untuk memahami sebelum membenci. Kondisikan Anda ada dua pihak tesebut.

Jika jadi yang tujuh orang tadi dateng rapat, ya tentunya saya kesal. Bagaimana tidak? Kita yang sudah meluangkan waktunya untuk sekedar rapat dan merumuskan sebuah acara, tiba-tiba ada yang mengomentari tidak setuju dan kita harus melakukan rapat sekali lagi.

Jika jadi yang dua orang gadateng rapat, ya saya juga kesel kalau komentar saya atas hasil rapat tadi gak didenger. Saya pasti merasa masih punya hak untuk mengomentari hasil rapat tersebut. Kalau gak didenger, ya gue mending out karena percuma gak dianggep. Halah. Rumit.

Pengakuan. Kita sebagai jiwa muda yang hatinya sedang berapi-api sering memiliki masalah dengan kata tersebut. Soal pengakuan. Apa yang menyebabkan orang diakui? Kontribusinya? Tentu. Lalu apa yang menyebabkan orang tidak diakui? Tidak berkontribusi? Belum tentu.

Banyak orang dalam sebuah kelompok bisa saja tidak diakui karena merasa tidak memiliki kontribusi besar, padahal dalam hati kecilnya ia ingin membantu kelompoknya. Tapi tak bisa apa-apa. Banyak. Lalu apakah menjadi salah kita yang telah berkontribusi banyak terhadap kelompok, kurang merangkul dia? Bisa jadi. Bagaimana situasi dan kondisi.

Pengakuan. Untuk mendapatkannya mungkin bagi sebagian orang mudah, tapi sulit bagi yang lain. Kenapa saya bilang bahwa ini masalah bagi anak-anak muda? Emang saya bukan anak muda? Emang saya sendiri sudah melewati masa-masa ini? Memang belum. Tapi saya lebih berpikir untuk, "Apa yang harus saya lakukan agar mendapat pengakuan" daripada berpikir "ini orang kenapasih gamau ngakuin gue?" atau "emang yang gue lakuin belum cukup bantu lo semua?". Lebih baik saya perbaiki diri saya sendiri ketimbang saya mempertanyakan hal-hal seperti itu. Intinya sebelum mengintrospeksi orang lain, intrsopeksi diri kita sendiri "sudahkah kita cocok untuk diakui?". Jika merasa sudah ada usaha banyak tapi belum saja diakui? Berarti usaha Anda memang sudah banyak, tapi belum 'cukup'.

Kenapa anak muda gila pengakuan? Entahlah. Naluri mungkin. Apalagi pria yang memang butuh sekali pengakuan. Pria butuh pengakuan dan wanita butuh perhatian. Cie elah.

Lalu kenapa saya membahas pengakuan? Mungkin ini salah satu alasan di mana sebagian orang tidak mau datang kepada sebuah rapat. Bisa saja dia menyalahkan karena 'tidak dirangkul'. Tapi mari kita introspeksi pertanyakan kepada diri kita sendiri, "Bagaimana ingin diakui jika kita sendiri tidak datang ke rapatnya? Bagaimana ingin dirangkul jika kita sibuk mengurusi urusan sendiri tanpa ada usaha dari kita untuk terus bersama-sama kelompok?"

Mungkin ini salah satu contoh masalah kecil yang sebenarnya bisa saja dianggap sepele, tapi kalau dibiarkan begitu aja, bisa-bisa jadi kebiasaan yang buruk, "Gak datang pas rapat". Untung studi kasus di atas memenuhi kuorum, gimana kalau enggak? Rapat gak akan berlangsung-lansung, Acara gak akan berjalan. Mau sampai kapan kita dicap, "Konsep doang bagus, pelaksanaan gak ada".

Saya juga ingin menekankan bahwa jika ingin menjadi 'pahlawan', jadilah pahlawan yang ada di tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat pula. Bayangkan jika Anda memiliki suara dalam sebuah kelompok, tapi Anda tidak ada saat penentuan keputusan yang penting. Bagaimana jika keputusan yang dihasilkan merugikan Anda? Orang - orang di sekitar Anda ataupun keluarga Anda? Kita masih berkutat di organisasi kecil. Yang cakupannya sekolah/kampus. Coba kalau skalanya lebih besar, di masyarakat sekitar mungkin? Atau negara? Atau lebih besar lagi di dunia? Bagaimana jika perwakilan dari negara kita tidak datang di rapat antar negara di dunia dan hasilnya merugikan seluruh rakyat negara kita sendiri? Jangan ke situ dulu deng, 'perwakilan' kita di parlemen pun tidak serius mewakilkan kita di paripurna. Perwakilan rakyat atau perwakilan partai? Ups. Maaf. Bajak.

Mulai lah peduli untuk datang ke rapat - rapat kecil. Jadilah bagian dari 'mastermind' sebuah acara atau organisasi. Jangan cuman mau nunggu dan terima hasil notulensi rapat.

Gemuruh datang dari langit maupun tanah
Bagaikan sedang mengeluarkan amarah
Tapi tak buat jiwa ini bergejolak
Tuk tetap bangun bangsa dan bela negara

Jika ingin termotivasi bernyanyi
Dengarkanlah orang lain bernyanyi
Jika ingin termotivasi membuat film
Tontonlah karya film orang lain
Jika ingin termotivasi untuk menulis
Bacalah karya tulis orang lain

Menulislah
Dengan begitu kamu akan belajar mengetahui,
apa yang sebenarnya kamu ketahui.

P.S : Saya kembali menemukan pertigaan.
P.S.s : selalu ada curhat dibalik P.S seseorang.

Comments

Popular posts from this blog

Harkos, Pengharkos, dan Diharkos

Fenomena Pajak Jadian

Memilih Optimis