Memilih Optimis

Optimis? Atau realistis? Sebuah studi dari The National Taiwan University mengatakan bahwa orang-orang sukses cenderung memiliki sifat yang.. optimis-realistis. Jadi gabungan dari keduanya. (dailymail) . Tidak solutif bukan? Sangat.



Ada beberapa hal di dunia ini yang tidak bisa kita kontrol. Seperti kita tidak bisa memilih orang tua kandung kita, kita dilahirkan di lingkungan seperti apa, dan dalam kondisi apa. Tetapi sikap dan karakter adalah sesuatu yang bisa kita kontrol. Optimis? Realistis? Atau pesimis? TARS dalam film Interstellar karya Christopher Nolan, mengajarkan saya bahwa suatu karakter yang melekat pada kita memiliki 'persentase'-nya masing-masing. Misal TARS, yang memiliki 75% humoris, 90% kebaikan, dan 80% kejujuran (angkanya ngasal semua..). Kenapa tidak semuanya 100%? Kenapa penciptanya tidak hanya meng-set-nya dengan 'kamu harus jujur, baik, dan humoris', saja? Tapi dalam persentase? Karena memang seharusnya kayak gitu. Coba kalau 100% humoris, karakter TARS ini akan membuat kesal karakter-karakter lainnya ketika dalam suasana tegang atau karakter cewek ada yang lagi bete gara-gara pms. Kalau 100% jujur? Ketika karakter lain sedang bersembunyi dan terancam dibunuh, yang akan membunuh bertanya ke tars, "Di mana si Cooper?" , lalu karena dia diset 100% jujur, maka dia akan menunjukan di mana si Cooper. Percuma dong punya robot. Saya mencontohkan robot bukan berarti ini postingan buat robot. Robot itu diset, manusia mikir. Coba Anda yang merasa manusia berpikir apa hikmah dari alinea ini.





Ya. Anda juga bisa mengontrol karakter Anda. Optimis yang berlebihan akan membahayakan Anda dalam mengambil tindakan/keputusan. Terlalu realistis tanpa diiringi optimisme pun demikian. Lalu harus gimana? Set persentasenya. Karakter adalah sesuatu yang bisa kita kontrol. Ingat.

Dengan alasan di atas, bukan kah kita seharusnya mulai mengurangi berbicara, "Da akumah orangnya emang kayak gini, jadi terima aja."? Atau, "Ya hidup aku gimana aku, aku mau bersikap kayak gimanapun ke orang lain, gimana aku.". Berhenti. Karakter bukan lah sepenuhnya terjadi begitu saja karena 'aku orangnya kayak gini'. Tidak. Karakter hasil pembentukan pengalaman dan lingkungan. Cobalah untuk membuka hati, jangan menjadi keras, sekeras batu. Apalagi bagi Anda yang sedang mengalami masa 'transisi', dari anak-anak ke dewasa, yaitu remaja. Masih labil, sifatnya masih bisa berubah. Tingginya juga.

Sebenarnya inti dari postingan ini bukanlah soal perubahan karakter. Di sini saya hanya menekan kan kalau sifat Anda bisa dirubah. Tinggal hati Anda yang dibuka, mau kah berubah? Perubahan itu memang terkadang berat. Makanya kita semua tidak bisa menjadi power ranger.

Anda pernah baca buku The Secret karya Rhonda Byrne? Di situ dijelaskan bahwa segala sesuatu bisa terwujud hanya dengan dipikirkan. Bukan, Pikiran Anda yang mengontrol hidup Anda, segala sesuatu yang Anda pikirkan mungkin saja semuanya terjadi. Sesat bukan? Tapi kadang emang selalu gitu loh.

Nah dengan kondisi yang seperti itu, bukan kah orang-orang yang selalu mengatakan, "acara kita pasti gagal" atau, "pasti rencana kita gagal, gak jadi", adalah orang-orang yang menyebalkan? Yang berpikir "acara kita pasti gagal"-nya satu, yang merasakan kegagalan (kalau beneran gagal) malah semuanya. Berhentilah untuk pesimis di awal atau saat dalam keadaan-keadaan kritis, seperti h-1 acara, atau malah 12 sampe 1 jam menuju acara. Berhentilah pesimis.

Tapi disamping itu kita tetap harus realistis bukan? Bagaimana jika acara 1 jam lagi tapi logistik belum semuanya siap? Bagaimana jika 1 menit lagi mulai tapi pengisi tiba-tiba mencancel janjinya? Kita tetap harus realistis. Hanya keajaiban yang bisa membantu agar acara tersebut tetap berlangsung. Tapi saya orang yang percaya bahwa 'keajaiban' itu ada. Saya percaya dengan Yang Di Atas. Apapun kondisinya, jika Allah mengizinkan, acara yang h-1 masih chaospun, bisa terjadi bukan?

Belum lama ini, kami dari panitia penutupan MT-PAI sempat dipusingkan oleh banyak masalah. Acaranya mungkin hanya dipersiapkan selama 2 minggu. Masalah yang besar dan membutuhkan dana banyak saat itu adalah transportasi. Karena kita harus memobilisasi 400 orang ke lokasi. Sampai H-2, kita masih mencoba untuk negosiasi dengan tukang angkot yang ngeset harga tinggi. Tapi di malam itu, setelah pertemua orang tua selesai. Ada orang tua siswa yang menelepon tim kami bahwa dia siap memberikan 10 bis untuk transportasi. Akibatnya masalah transportasi selesai. Kami bisa lanjut untuk membahas persiapan teknis lainnya. Itulah mungkin bagi kami, salah satu keajaiban yang terjadi. Anda hanya perlu yakin bahwa keajaiban itu ada.

Sadarkah Anda bawa rasa pesimis itu menular? Mari kita mainannya real-case, jangan simulasi terus. Kadang banyak di kita saat forum diskusi lewat kopdar maupun via chat group, tak jarang banyak yang bilang, "Halah pasti gak akan jadi kayak ginian mah. Kayak tahun kemarin, gajadi terus." atau singkatnya, "halah pasti goscoy (istilah untuk orang yang ngomong "iya", tapi pas pelaksanaan gak jadi/gak ada/berkata tidak)". Waspadalah, orang yang seperti itu kadang menularkan pesimis ke orang-orang lain. Yang awalnya pesimis tuh satu orang, dia doang. Tapi gara-gara dia cuman ngomong gitu, orang lain di forum tersebut tertular dan mulai bermindset "ohiya, pasti goscoy". Dan mereka mulai mencari-cara peluang agar acara ini ditidak jadikan. Ya ketika banyak orang yang sudah pesimis dalam sebuah kepanitiaan acara, ya pasti goscoy juga jadinya acaranya. Bukan hanya acara, misal rencana Anda untuk main, jalan-jalan, nonton, dan lain-lain, bisa aja gagal gara-gara Anda ngomong, "pasti goscoy".

Di sinilah kita harus mulai bijak dalam berkata-kata. Kalau Anda pesimis dengan acara yang terjadi, sampaikan pada 'petinggi' dulu. Beri tahu apa yang membuat Anda pesimis akan acara ini. Kali aja para petinggi punya solusi atas permasalahan yang terjadi. Jangan langsung lempar ke forum.

Saya adalah orang yang memilih optimis. Selalu memilih optimis. Bukan tidak mempertimbangkan realistis. Tapi saya percaya apapun bisa terjadi kalau Yang Di Atas mengizinkan. Rasa optimis itu malah membangun semangat agar terus tidak berhenti memperjuangkan sesuatu. Hidup atas banyak harapan dan tujuan. Jangan gapunya tujuan hidup jadi jalan-jalan ke sana-sini gajelas. Sebarkanlah optimisme, tularkanlah kepada semua selagi kondisi sedang mendukung. Ketika tidak, jangan sebarkan pesimisme, hidupkanlah lagi mereka, beri tahu bahwa masih ada harapan. Sebarkanlah rasa optimisme.

Pikiran Anda,
Yang mengontrol Anda

Pikirkanlah yang baik-baik,
Walaupun probabilitas mengakatan, yang buruklah yang akan terjadi

Sebarkan optimisme,
Hiduplah atas sebuah harapan dan tujuan.

Saya memilih optimis.

Comments

Popular posts from this blog

Harkos, Pengharkos, dan Diharkos

Fenomena Pajak Jadian