Perubahan dan Produktivitas

Seseorang berkata di sebuah forum yang sedang saya ikuti, "Muzakki ini mantan blogger loh!", lalu dengan cepat saya menepis perkataan orang tersebut, "lah mantan? Sampe sekarang masih!". "Oh masih yah? Hahaha" lanjut orang tersebut. Sejenak saya berpikir, "Ya, emang, saya udah lama gak ngeblog? Orang tadi gak salah... gimana saya mau disebut blogger kalau saya gak produktif ngeblog?". Tidak. Pikiran saya tidak berhenti sampai di situ. Saya lalu berpikir jauh kebelakang. Ketika saya sangat bebas untuk mengekspresikan diri melalui kata - kata. Apapun saya tumpahkan lewat kata - kata.

Berawal dari tulisan saya soal galau, yang dilatarbelakangi karena saya sudah males dan benci liat orang yang suka ngegalau di timeline (twitter saat itu ramenya). Dan akhirnya diluar dugaan, tulisan saya memiliki banyak feedback yang baik, ('banyak'-nya kita beda yah bro.). Dari situlah saya terus semangat untuk menulis, setidaknya 2 minggu muncul postingan saya yang baru. Sederhana sebenarnya tipe tulisan saya, saya punya opini, ideologi, pemikiran, atau pola pikir yang ingin saya sampaikan kepada orang - orang seumuran saya, namun agar mendapat daya tarik, maka tulisan saya, saya lapisi dengan komedi. Agar apa? Orang - orang seumuran saya, 'betah' baca tulisan saya. Saya tau, mereka (saat itu) suka dengan tulisan yang berbau komedi, karena menghibur. Banyak orang butuh hiburan. Maka dari itu saya memanfaatkan celah tersebut untuk sekalian menyampaikan ideologi, pemikiran, atau sekedar opini saja. Memang tak mudah, karena harus 'lucu'. Tapi untung, (waktu itu) saya lucu. Waktu itu.





Sekarang, semakin sempit waktu saya untuk menulis. Mungkin sudah tidak termasuk ke dalam aktivitas saya lagi. Karena menulis ini di sini, gak kayak tugas saya di sekolah sekarang, gaada yang maksa dan ngasih deadline cepet. Pembaca setia? Udah pada kemana. Fans? Mana ada. Waktu itu yang memaksa adalah diri saya sendiri. Seakan - akan ada seseorang yang lain, yang ada dalam diri saya berkata, "Lu harus nulis! Tulis ini, biar semua orang pada ngarti!". Ya, diri saya yang menentukan deadline, diri saya yang memaksa saya untuk menumpahkan sesuatu yang mengganjal pikiran saya ke dalam sebuah tulisan, di sini. Kadang sampai lupa waktu. Kadang sampai tak sadar lingkungan sekitar. Lupa makan? Sering. Mandi aja kadang kelewatan. Padahal bau badan yang mengganggu penciuman sudah tercium.

Tapi sekarang? Kadang harus mikir - mikir dulu kalau mau nulis. Tugas A belum, tugas B belum, ekskul A urusannya belum diselesain, datang masalah di acara C, TM nambah, hiburan kurang. Malah kayaknya gaada waktu buat mikir, "gue mau nulis ah!", gak ada. Gue sempet mikir (cie. Back to Nature: mulai pake 'gue' lagi), gue emang sekarang jarang nulis, karena gue berkarya with different way. Film misalnya. Atau kontribusi langsung ke dalam masyarakat. Masyarakat sekolah. Entah bagaimanapun caranya, gue orangnya gak bisa jadi orang yang diem. Pengen selalu gerak. Bukan jadinya maceuh (search google), tapi ya... setidaknya ada sesuatu yang gue lakukan untuk lingkungan sekitar.

Kadang jadi suka males kalau nulis di sini. Dari awal masuk SMA, banyak opini yang masuk tentang pola pikir bahwa, "Kalau lu pengen sesuatu, jangan banyak ngomong, banyak bacot, lakukan!". Bener sih. Tapi banyak yang menafsirkan bahwa 'lakukan/act/kerjain!' di kata-kata tersebut adalah sesuatu yang harus dilakukan/dikerjakan di lapangan. Seperti kalau kamu pengen membuat sekolah bersih, maka yang harus kamu lakukan adalah membuang semua sampah yang berserakan di lingkungan sekolah. Padahal selain hal tersebut, banyak hal lain yang bisa dikerjakan juga untuk membuat lingkungan sekolah bersih. Walaupun dengan hanya duduk dan berkarya di depan laptopmu.

Banyak orang bilang, "You Are What You Read". Jika orang membaca buku A, kemungkinan opini dan teori penulis buku A, sebagian akan melekat pada dirinya. Sekarang bayangkan jika seluruh warga sekolah dijejali oleh banyak artikel tentang pentingnya menjaga kebersihan di sekolah, apa yang akan terjadi? Mereka akan berusaha untuk mengikuti apa yang telah dibacanya, menjaga kebersihan sekolah. Itu mungkin salah satu contoh yang kadang, aktivitas ini (menulis, ngeblog, dll) dianggap bukan sebagai 'act' oleh masyarakat yang ada. Katanyasih, usahanya gak efektif, gak membuahkan hasil pula. Padahal banyak efek yang bisa dirasakan hanya dengan menulis sesuatu di blog ini saja (ya kalau dibaca banyak orang). Setidaknya ya ada usaha untuk memberikan perubahan dan kontribusi untuk lingkungan. Daripada membuat sebuah konsep kegiatan yang super "WAH" untuk berkontribusi di masyarakat, tapi sayang eksekusinya gak pernah jalan.

Perubahan. Banyak perubahan yang saya rasa alami selama lebih dari satu setengah tahun ini. Perkembangan di bidang ini dan mungkin penurunan di bidang itu, ('itu'-nya tau lah yah..). Saya tidak tahu apakah perubahan yang saya alami menuntut saya menuju pribadi yang lebih baik atau tidak. Saya hanya mencoba untuk husnudzon. Saya percaya bahwa Yang Di Atas, memiliki skenario yang terbaik untuk saya.

Produktivitas. Saya belum sanggup untuk menilai diri saya sendiri, apakah produktivitas saya dalam berkarya meningkat atau malah menurun. Tapi kalau diliat dari postingan yang ada di sini sih yah... jauh menurun. Biasanya 1 bulan bisa ngepost dua postingan, sekarang? 1 semester bisa nulis aja kayaknya udah bagus. Saya tidak menyalahkan kesibukan saya (lagian emang gue orang sibuk?), tidak.

Masalahnya adalah bagaimana lingkungan bisa menerima penyebaran ideologi melalui tulisan seperti ini. Ketika saya melihat sekitar, mungkin sudah sangat jarang orang yang ingin membaca. Lebih efektif menyebarkan suatu ide atau sebuah gagasan melalui karya yang lain yang lebih simple seperti film, poster, gambar, dan mungkin audio. Media digital, audio visual, dan sosial media. Senjata - senjata mutakhir untuk menyebarkan ide atau sebuah gagasan. Tapi apakah efektif untuk membawa perubahan?

Orang - orang sering memisahkan kehidupan digital dan kehidupan nyatanya. Banyak orang berpikir bahwa kehidupan dalam digital tidak akan bisa mempengaruhi apapun dalam kehidupan nyatanya. Anggapan ini salah besar. Media digital masa sekarang sangat berpengaruh terhadap kehidupan nyata seseorang. Contoh, bagaimana cyberbullying bisa membuat orang bunuh diri. Atau walikota Bandung, Ridwan Kamil yang sering aktif di media sosial membuat ia menjadi pemimpin yang disegani. Media digital tidak bisa diremehkan hari ini. Itu menjadi senjata yang efektif hari ini untuk menyebarkan ideologi atau sebuah gagasan.

Gambar yang berisi foto orang terkenal (sebagian mungkin enggak) dan di dalamnya ada quotes, pasti dianggap bener sama orang yang liatnya. Beda sama orang dulu yang susah percaya sama orang. Kita, sekarang, liat orang yang ngeposting kata - kata yang bisa 'nyentuh' hatinya dikit aja, langsung percaya. Padahal kita gak tau pasti siapa orang yang ada di balik akun itu semua.

Hal - hal di atas mungkin hal kecil yang terjadi di sekitar kita. Lalu kenapa gue komentarin? Gue sendiri gatau kenapa tergugah untuk membahas hal - hal diatas. Kata orang kita harus menjadi manusia yang kritis. Tapi kata orang yang lain, kita jangan sampe terlalu kritis. Banyak orang menuntut kita menjadi manusia yang peka. Tapi kalau terlalu peka, nanti disebut geer. Dulu kita hanya mengenal istilah, "jadi orang harus rajin". Tapi ketika udah segede gini, nambah istilah "jadi orang jangan kerajinan".

Jadi idealis itu perlu. Tapi kalau terlalu idealis, bisa-bisa gak diterima di masyarakat. Segala sesuatu itu kayak air. Kita butuh air untuk kehidupan, tapi kalau kebanyakan rugi juga, banjir. Apa hal itu juga berlaku dengan perubahan? Apakah ketika kita merasa perlu berubah, kita harus berubah secukupnya? Yang artinya tidak melupakan masa lalu? (halah.) Bagaimana dengan berkarya? Produktivitas dituntut maksimal. Tapi kalau keseringan ngeupload foto di instagram, disangka narsis. Kan. Bingung. Begitu juga dengan berkicau di twitter.

Sekarang ada batasan - batasan yang entah dari mana muncul sendiri. Batasan tersebut membatasi kita untuk berekspresi, berkarya, menebarkan gelora. Batasan yang dimaksud bukan peraturan hukum dan agama. Kalau itumah emang harus dipatuhi. Batasan di sini.... entah dari mana muncul sendiri. Mungkin sepertinya gaya hidup masyarakat yang membuat batasan - batasan tersebut lahir. Menjadi "ordinary" seperti kewajiban. "Jangan mau beda, kita ikutin kebanyakan orang aja", yang mungkin ada di kepala orang - orang. Sehingga ketika bangsa luar terus mencoba berinovasi, mencari sesuatu yang berbeda, kita hanya memakai sesuatu yang ada. "Toh udah pake ini enak, ngapain nyari yang lain?". WAKE UP PEOPLE. Ketika kita terlalu nyaman memakai BBM subsidi (Premium) yang terjangkau, orang di luar sana sibuk mencari energi alternatif baru. Ketika kita sibuk nulis di blog, orang di luar sana sibuk menulis dalam karya tulis ilmiahnya....

Terlalu banyak bacot di sini.

Bermanfaat. Ini yang ingin saya tekankan dipost ini. Untuk apa kita dididik di sekolah tapi tidak bermanfaat bagi masyakat? Bukan kah salah satu tujuan dari pendidikan adalah itu? Tujuan. Mulai sekarang mari kita alihkan tujuan belajar kita, dari yang "Biar nanti gede dapet duit dan hidup bahagia", menjadi "agar bisa bermanfaat bagi bangsa dan negara". Pikir lagi. Jika hanya harta tujuan belajar kita? Ketika kita sekarang hidup berkecukupan, pasti gairah untuk belajar yaudah cuman segitu. Tapi ketika kita ingin memiliki kontribusi untuk negara, kita sekarang sebagai pelajar pasti ingin terus menambah kapasitas kita agar bisa berkontribusi lebih besar lagi. Ya walaupun tidak menutup kemungkinan kita, pemuda dan pemudi, remaja dan remaji (halah), punya kontribusi besar untuk negara.

Banyak pertanyaan hinggap di kepala
Satu persatu pertanyaan tersebut muncul jawabnya
Tapi ketika terjawab satu, muncul pertanyaan yang lain
Seakan-akan dunia penuh dengan misteri

Tak bertanya, maka sesat di jalan
Tapi jika terlalu banyak bertanya, menyulitkan orang lain, bukan?
Jadi, kita hidup apakah hanya untuk bertanya?
Atau mengaplikasikan jawaban atas semua pertanyaan yang kita berikan?

Kita harus pikirkan tujuan kita lagi kawan,
Dimulai dengan kenapa kita berkarya
Lalu bagaimana kita berkarya
Terakhir, apa yang akan kita ciptakan; Golden circle.

Segala ilmumu tak ada yang berguna
Kecuali dipakai untuk memberikan manfaat bagi orang lain.

Sekian.

P.S: Terimakasih bagi Anda yang mengingatkan saya adalah seorang blogger.
P.S.s: jangan lupa mampir ke sini cuy: http://muzakkigallery.tumblr.com/

Comments

Popular posts from this blog

Harkos, Pengharkos, dan Diharkos

Fenomena Pajak Jadian

Memilih Optimis